THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

kecil2 pandai naik kereta

sudah main main lagi

Khamis, 2 Disember 2010

kronologi tsunami di dunia




























Tsunami (bahasa Jepang: secara harafiah berarti “ombak besar di pelabuhan”) adalah sebuah ombak yang terjadi setelah sebuah gempa bumi, gempa laut, gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut. Tenaga setiap tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Dengan itu, apabila gelombang menghampiri pantai, ketinggiannya meningkat sementara kelajuannya menurun. Gelombang tersebut bergerak pada kelajuan tinggi, hampir tidak dapat dirasakan efeknya oleh kapal laut (misalnya) saat melintasi di laut dalam, tetapi meningkat ketinggian hingga mencapai 30 meter atau lebih di daerah pantai. Tsunami bisa menyebabkan kerusakan erosi dan korban jiwa pada kawasan pesisir pantai dan kepulauan.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Kebanyakan kota di sekitar Samudra Pasifik, terutama di Jepang juga di Hawaii, mempunyai sistem peringatan dan prosedur pengungsian sekiranya tsunami diramalkan akan terjadi. Tsunami akan diamati oleh pelbagai institusi seismologi sekeliling dunia dan perkembangannya dipantau melalui satelit.
Bukti menunjukkan tidak mustahil terjadinya megatsunami, yang menyebabkan beberapa pulau tenggelam.
Catatan Sejarah Tsunami di Dunia
27 Agustus 1883: Gunung berapi Krakatau di Indonesia meletus dan gelombang tsunami yang menyapu pantai-pantai Jawa dan Sumatra menewaskan 36.000 orang. Letusan gunung berapi tersebut sungguh dahsyat sehingga selama bermalam-malam langit bercahaya akibat debu lava berwarna merah.
15 Juni 1896: “Tsunami Sanriku” menghantam Jepang. Tsunami raksasa berketinggian 23 meter tersebut menyapu kerumunan orang yang berkumpul dalam perayaan agama dan menelan 26.000 korban jiwa.
17 Desember 1896: Tsunami merusak bagian pematang Santa Barbara di California, Amerika Serikat, dan menyebabkan banjir di jalan raya utama.
31 Januari 1906: Gempa di samudra Pasifik menghancurkan sebagian kota Tumaco di Kolombia, termasuk seluruh rumah di pantai yang terletak di antara Rioverde di Ekuador dan Micay di Kolombia; 1.500 orang meninggal dunia.
1 April 1946: Tsunami yang menghancurkan mercu suar Scotch Cap di kepulauan Aleut beserta lima orang penjaganya, bergerak menuju Hilo di Hawaii dan menewaskan 159 orang.
22 Mei 1960: Tsunami berketinggian 11 meter menewaskan 1.000 orang di Cili dan 61 orang di Hawaii. Gelombang raksasa melintas hingga ke pantai samudra Pasifik dan mengguncang Filipina dan pulau Okinawa di Jepang.
28 Maret 1964: Tsunami “Good Friday” di Alaska menghapuskan tiga desa dari peta dengan 107 warga tewas, dan 15 orang meninggal dunia di Oregon dan California.
16 Agustus 1976: Tsunami di Pasifik menewaskan 5.000 orang di Teluk Moro, Filipina.
17 Juli 1998: Gelombang laut akibat gempa yang terjadi di Papua New Guinea bagian utara menewaskan 2.313 orang, menghancurkan 7 desa dan mengakibatkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal.
26 Desember 2004: Gempa berkekuatan 8,9 pada skala Richter dan gelombang laut raksasa yang melanda enam negara di Asia Tenggara menewaskan lebih dari 156.000 orang.
Kronologi tsunami di Asia Tenggara
Catatan Sejarah Tsunami
dari berbagai sumber
Tsunami adalah istilah Jepang yang berarti ombak besar di pelabuhan. Ombak itu datang setelah terjadi gempa bumi dalam laut, tanah runtuh, aktivitas gunung berapi atau hantaman meteor. Berikut ini gempa bumi dahsyat dan gelombang Tsunami, intensitas, lokasi, dan jumlah korban tewas yang terjadi tahun 1556 hingga 2006:
Tahun 1775
Gempa mengguncang Lisabon. Pusat gempa di perairan Atlantik Utara, menyebabkan gelombang tsunami setinggi tujuh meter yang menghantam Portugal, Spanyol dan Afrika Utara, menyebabkan 60.000 korban jiwa.
10 April 1815
Gunung Tambora yang berada di Pulau Sumbawa, NTB meletus. Letusannya setara dengan enam juta kali kekuatan bom atom. Selain menelan 100.000-an korban jiwa, semburan asapnya juga mencapai ketinggian 44 kilo meter dan mengakibatkan gelombang tsunami setinggi empat meter. Gelap gulita selama tiga hari akibat pekatnya debu terjadi dalam radius 600 kilo meter dari pusat letusan. Sementara itu, di bumi belahan utara, suhu turun hingga 0,7 derajat Celcius. Penduduk Eropa dan Amerika Utara pun harus merelakan satu musim panas di tahun itu. Perubahan cuaca yang drastis ini menyebabkan penyebaran wabah penyakit dan kelaparan akibat gagal panen di seluruh dunia.
27 Agustus 1883
Meletusnya Gunung Krakatau, gunung api bawah laut di Selat Sunda. Aktivitas gunung diawali 20 Mei 1883 berupa semburan abu dan uap setinggi 11 km dan suaranya terdengar sejauh 200 km. Puncaknya pada 27/8/1883 yang dentumannya terdengar hingga Singapura dan Australia. Erupsi menyemburkan batu apung dan abu setinggi 70-80 km, yang endapannya menempati area 827.000 km persegi. Runtuhan gunung api ini menimbulkan tsunami setinggi 20 m. Gelombang pasang itu menyebar hingga 120 km dari pusat letusan, diperkirakan sedikitnya 36.417 jiwa lenyap dan desa-desa di kepulauan sekitarnya musnah binasa.
31 Januari 1906
Gempa di Ekuador berkekuatan 8,8 Skala Richter di dekat pantai Ekuador dan Kolombia, memicu gelombang tsunami besar yang menewaskan 1.000 orang. Getaran gempa terasa sampai di seluruh pesisir pantai di Amerika Tengah, San Francisco dan Jepang.
1 Februari 1938
Gempa berkekuatan 8,5 Skala Richter terjadi di Laut Banda, Indonesia, memicu gelombang tsunami yang menyebabkan kerusakan di Banda dan Kai.
4 November 1952
Gempa 9 Skala Richer terjadi di timur semenanjung Kamchatka, Rusia, memicu gelombang tsunami di Hawai.
9 Maret 1957
Gempa berkekuatan 9,1 Skala Richter terjadi di Alaska. Gunung Vsevidof di pulau Umnak, kepulauan Andreinof meletus –setelah tidur 200 tahun– menimbulkan gelombang tsunami setinggi 15 meter yang sampai ke Hawai.
22 Mei 1960
Gempa terbesar yang tercatat dalam sejarah sebesar 9,5 Skala Richter terjadi di Chile. Menghancurkan Santiago dan Cencepcion. Gempa ini memicu gelombang tsunami dan letusan gunung berapi, sekitar 5.000 orang tewas dan dua juta orang kehilangan rumah.
4 Februari 1964
Gempa di Alaska berkekuatan 8,7 SR memicu gelombang tsunami setinggi 10,7 meter di pulau Shemya.
26 Desember 2004
Gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra India (2,9 LU dan 95,6 BT di kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km selatan kota Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam). Gempa itu disertai gelombang pasang (Tsunami) yang menyapu beberapa wilayah lepas pantai di Indonesia (Aceh dan Sumatera Utara), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa dan Thailand.
Menurut Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland, jumlah korban tewas akibat badai tsunami di 13 negara (hingga minggu 2/1) mencapai 127.672 orang. Namun jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang sebenarnya tidak akan pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000 orang.PBB memperkirakan sebagian besar dari korban tewas tambahan berada di Indonesia. Pasalnya, sebagian besar bantuan kemanusiaan terhambat masuk karena masih banyak daerah yang terisolir.
Sementara itu data jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menurut Departemen Sosial RI (11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan menurut kantor berita Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa dengan korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per Minggu 16/1/2005). Sedangkan total luka-luka sebanyak 124.057 orang, diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh dan Sumatera Utara.
17 Juli 2006
Gempa melanda pantai selatan Pulau Jawa pada Senin (17/07) dan membuat air laut surut hingga satu meter selama sekitar tujuh menit, sekitar 20 menit sejak gempa tersebut terjadilah tsunami setinggi tiga hingga empat meter dan sampai ke darat bahkan ada yang mencapai enam meter.Berdasarkan data United States Survey Geological (USGS) gempa terjadi Senin pukul 15.19 WIB itu berkekuatan 7,2 Skala Richter (SR) dan lokasi episentrum gempa sendiri berada sekitar 260 km arah selatan Kota Bandung di 9,295 LS dan 107,347 BT dengan kedalamannya 48 kilometer.
Sementara itu data Kantor Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menyatakan gempa berpusat pada 9,41 Lintang Selatan dan 107,19 Bujur Timur, tepatnya di pantai selatan Jawa, Samudera Hindia berjarak 620 kilometer dari Bandung ke arah Selatan dan berkedalaman 33 kilometer dari permukaan laut dengan kekuatan gempa mencapai 6,8 skala richter.
Menurut catatan Sekretaris Menko Kesra pada Selasa (18/07), jumlah korban meninggal mencapai 341 orang, sedangkan korban hilang sekitar 229 orang. Korban meninggal terbanyak ada di Jawa Barat yaitu berjumlah 239 orang terdiri atas Ciamis atau Pangandaran sebanyak 182 orang, Tasikmalaya 54 orang dan Banjar tiga orang. Sedangkan Jawa Tengah berjumlah 102 orang yang terdiri dari Cilacap 91 orang, Kebumen tujuh orang dan Gunung Kidul empat orang.
12 september 2007
terjadi gempa bumi di sekitar Bengkulu berkekuatan 7,9 skala richter, berpotensi menimbulkan tsunami, namun sampai 2 jam tidak terjadi tsunami. korban meninggal sampai tgl 13 berjumlah 7 jiwa.
Yucatan Peninsula, Meksiko (65 Juta SM)
Berdasarkan peninggalan dan jejak yang ditemukan, kira-kira 65 juta tahun yang lalu, di akhir masa Cretaceous, telah terjadi tumbukan meteorit besar di daerah Yucatan Peninsula, Meksiko. Jejak yang ditinggalkan kira-kira sepanjang teluk Meksiko dan AS. oleh karena itu sang meteorit mungkin boleh jadi seluas WashingtonDC.
Sementara peninggalan yang hingga kini masih bisa dilihat adalah beberapa bongkah batu pasir di puncak bukit di wilayah Arkansas. Terletak sekitar 120 Km sebelah Timur Laut Little Rock.
Santorini, Yunani (1650-1600 SM)
Perlu diketahui bahwa Santorini adalah pulau vulkanik di Laut Aegean, sekitar 75 km sebelah Tenggara Yunani. Antara tahun 1650 dan 1600 SM, gunung di sini dikabarkan meletus danmemicu Tsunami setinggi 100-150 m. Hempasannya menghancurkan pesisir utara pulau Kreta sejauh 70 km, ternasuk armada Minoan di sepanjang pantai utara pulau Kreta.
Lisbon, Portugal (1755)
Gempa tersebut memicu tsunami di Samudra Atlantik. Sedemikian hebatnya sampai menyebabkan kebakaran di berbagai daerah. Korban tewas mencapai 100.000 orang atau lebih dari sepertiga penduduk Lisbon.
Bencana ini untukpertama kalinya meninggalkan catatan mengenai fenomena yang berkaitan dengan banyak binatang. Mereka diduga merasakan bahaya dan berhamburan sebelum tsunami datang.
Krakatau, Indonesia (26 Agustus 1883)
Krakatau dulunya merupakan pulau vulkanik di selat Sunda. Pada tanggal 26 Agustus 1883 pulau ini meletus dan menimbulkan bencana yang luar biasa. Letusannya diperkirakan setara dengan 200 megaton TNT sehingga sebagian pulau hancur, bahkan lenyap dari permukaan laut. Tsunami yang terjadi diperkiran sangat dasyat dengan tinggi gelombang lebih dari 40 meter. korban tewas akibat letusan ini sekitar 36 ribu jiwa, tapi yang tewas akibat tsunaminya tidak diketahui. Tsunami yang terjadi menjalar sampai ke daratan Jawa dan Sumatra, bahkan mencapai wilayah samudra hindia, Pasifik, Amerika Utara, pesisir barat AS, serta terusan Inggris. Ada naskah kuno dari kejadian ini loh…
Jepang (1605-1993)
Jepang merupakan daerah yang paling sering terjadi tsunami, berikut catatannya,
1605
menghantam Nankaido, menewaskan 5.000 orang
1703
menerpa Awa, melelan sekitar 100 ribu orang
di tahun yang sama juga menerjang daerah Tokaido-Kashima, menewaskan 5.233 orang.
1707
menerjang daerah Tokaido-Nankaido, menewaskan 30 ribu orang
1771
menghantam daerah Ryukyu, menewaskan 13.486 orang
1792
menghantam barat daya kyusu, menewaskan 15 ribu orang
1829
tidak diketahui menerjang daerah mana tetapi menewaskan 27 ribu orang
1896
Menerjang Sanriku kurang lebih 20.000 orang tewas dalam peristiwa ini
1933
Menghantam Sanriku menewaskan 3.008 orang
1960
Menyapu Onagawa, menewaskan 122 orang
1993
menerjang Okushiri, menelan korban 202 orang.
Korban Gempa dan Gelombang Tsunami di Asia Terus Bertambah
TEMPO Interaktif, Jakarta:Jumlah korban gempa dan gelombang tsunami di Aceh sekitar pukul 07.00 WIB pagi tadi masih simpang siur dan ada kemungkinan akan terus bertambah. Sejak terjadi gempa, jalur komunikasi ke dan dari Aceh terputus.
Mengutip www.acehkita.com, sampai dengan sekitar pukul 14.00 WIB, jumlah korban jiwa di Bireun mencapai 35 orang. Sebanyak 26 orang kejazah yang berhasil terindentifikasi dan saat ini berada di Puskesmas Geurogok, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireun berjumlah 26 orang. Korban kebanyakan berasal dari desa-desa pesisir di Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara dan Kecamatan Gandapura, Bireun yang terkena gempa dan gelombang tsunami.
Sementara itu, AFP dan Bloomberg menyebutkan, akibat gempa berkekuatan 8,5 yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara serta gelombang tsunami di beberapa negara Asia menyebabkan ratusan orang di India, Sri Lanka, dan Asia Tenggara tewas.
Gempa berkekuatan 5,8-6,1 yang melanda Teluk Bengal antara Thailand dan India, menewaskan setidaknya 214 orang di Sri Lanka dan sekitar 200 orang terluka di tempat perisitirahatan pantai Phuket, Thailand.
Puket merupakan tujuan utama paling favorit turis asing di Thailand, terutama pada musim-musim libur akhir tahun seperti sekarang.
Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra mengatakan, Phuket merupakan yang paling terkena dampaknya. Tidak saja orang-orang yang sedang mandi di pantai, tapi juga orang-orang yang sedang mengendarai kendaraan. “Ada korban meninggal, tapi sampai saat ini kami belum tahu berapa jumlahnya,” kata Thaksin.
Sheraton Grande Laguna yang ada di Phuket langsung memindahkan semua tamu ke tempat yang aman, ketika gelombang besar tsunami melanda hotel.
Menurut data Survei Geologi Amerika Serikat, gempa bumi yang terjadi di Sumatera Utara ini termasuk 10 gempa bumi terkuat di dunia sejak 1900. Gempa bumi terhebat berkekuatan 9,5 terjadi di Chili pada 1960. Gempa berkekuatan 8,1 yang melanda Mexico City menewaskan 9.500 orang.
Gempa berkekuatan 8 yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara ini merupakan yang kedua terjadi di dunia tahun ini. Pekan lalu, gempa berkekuatan 8,1 melanda sepanjang Laut selatan antara Australia dan Antartika.
Tsunami di Asia Tenggara Sejak 700 Tahun Lalu
Tsunami Jakarta, Tsunami yang terjadi di Aceh dan beberapa negara Asia Tenggara di tahun 2004 lalu diduga bukan yang terbesar. Mega tsunami di Asia Tenggara itu ternyata sudah terjadi pada 700 tahun yang lalu. Peneliti di Thailand dan Indonesia dalam artikel majalah Nature menuliskan tsunami besar di Asia Tenggara sudah terjadi sejak tahun 1400, jauh sebelum sejarah pencatatan gempa bumi dimulai, seperti dilansir dari Reuters, Kamis (30/10/2008). “Tsunami adalah sesuatu yang kita tidak pernah terpikirkan sebelumnya dan setelah 2004, orang-orang berpikir itu tidak akan terjadi lagi,” ujar peneliti dari Universitas Chulalongkorn Thailand Kruawun Jankaew. “Tapi dari penelitian ini, memungkinkan bagi kita untuk mengidentifikasi tempat yang pernah dilanda mega tsunami di masa lalu,” imbuh Jankaew. Tim Jankaew meneliti daratan berumput di Phra Thong, pulau di utara Phuket, Thailand, di mana gelombang tsunami maksimum mencapai 20 meter di atas permukaan laut. Tim lainnya yang dipimpin Katrin Monecke dari Universitas Pittsburgh meneliti jejak sedimentasi di rawa-rawa pantai Aceh, di mana gelombang tsunami mencapai 35 meter di atas permukaan laut. Mereka mengeksplorasi tebing-tebing pinggir pantai di bagian paling bawah (swales), yang menangkap pasir-pasir tsunami yang terdiri dari butiran pasir dan bahan organik. Dan, mereka menemukan lapisan pasir, di bawah lapisan pasir yang baru terbentuk tahun 2004, berasal dari 600 sampai 700 tahun lalu. “Tergantung di mana tekanannya, lapisan itu bisa 10 cm (tebalnya). Tapi di daratan yang lebih tinggi, 2 sampai 5 cm. Bahan organik yang ditemukan seperti kulit kayu dan dedaunan, yang mengandung carbon yang bisa menentukan masa,” papar Jankaew.
Penyebab terjadinya tsunami
Skema terjadinya tsunami
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan kesetimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Syarat terjadinya tsunami akibat gempa
• Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 – 30 km)
• Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
• Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun
Sistem Peringatan Dini
Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii, mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atu permukaan laut yang terknoneksi dengansatelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama denganperangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas.
Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat.
Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia
Indonesia saat ini sedang melakukan pekerjaan pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami. Salah satu proyek yang dikerjakan adalah kerjasama dengan negara Jerman. Proyek ini bernama GITEWS (German Indonesia Tsunami Early Warning System). Ada 3 pilot area yang dipilih untuk pelaksanaan proyek ini yaitu Kota Padang, Jawa Tengah (Cilacap, Kebumen dan Bantul) serta Bali (Kab. Badung).
Pengembangang Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak dan instansi-instansi pemerintah. Sebagai koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian RISTEK (Riset dan Teknologi). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika)
Tujuan utama pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini adalah untuk terciptanya sebuag sistem yang dapat menginformasikan serta memperingatkan masyarakat luas apabila terjadi suatu Gempa yang berpotensi Tsunami DALAM WAKTU SESINGKAT SINGKATNYA agar kerugian Nyawa dan Materi dapat dihindarkan semaksimal mungkin.
Cara Kerja
Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat.
Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Dilautan, peralatan-peralatan elektronis juga mencatat serta merekam data-data dasar serta permukaan laut. Data-data tersebut kemudian dikirim melalui Satelit kekantor-kantor yang berwenang (untuk Indonesia bernama BMG). Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id). Apabila gempa tersebut telah memenuhi syarat atau kondisi terjadinya Tsunami, maka BMG akan mengeluarkan peringatan Awas Tsunami. Artinya, gempa tersebut berpotensi untuk menimbulkan Tsunami. Untuk jenis Peringatan ini maka, pemerintah mengeluarkan isu evakuasi. Untuk kategori Awas Tsunami ini, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk membunyikan SIRENE yang berarti Lakukan Evakuasi ! Peringatan Awas Tsunami ini juga akan secara otomotis ditampilkan melalui Mass Media Elektronik TV dan Radio.
Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika gempa seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.
Kesimpulan dan saran
Jika tsunami datang
1. Jangan panik
2. Jangan menjadikan gelombang tsunami sebagai tontonan. Apabila gelombang tsunami dapat dilihat, berarti kita berada di kawasan yang berbahaya
3. Jika air laut surut dari batas normal, tsunami mungkin terjadi
4. Bergeraklah dengan cepat ke tempat yang lebih tinggi ajaklah keluarga dan orang di sekitar turut serta. Tetaplah di tempat yang aman sampai air laut benar-benar surut. Jika Anda sedang berada di pinggir laut atau dekat sungai, segera berlari sekuat-kuatnya ke tempat yang lebih tinggi. Jika memungkinkan, berlarilah menuju bukit yang terdekat
5. Jika situasi memungkinkan, pergilah ke tempat evakuasi yang sudah ditentukan
6. Jika situasi tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan seperti di atas, carilah bangunan bertingkat yang bertulang baja (ferroconcrete building), gunakan tangga darurat untuk sampai ke lantai yang paling atas (sedikitnya sampai ke lantai 3).
7. Jika situasi memungkinkan, pakai jaket hujan dan pastikan tangan anda bebas dan tidak membawa apa-apa
Sesudah tsunami
1. Ketika kembali ke rumah, jangan lupa memeriksa kerabat satu-persatu
2. Jangan memasuki wilayah yang rusak, kecuali setelah dinyatakan aman
3. Hindari instalasi listrik
4. Datangi posko bencana, untuk mendapatkan informasi Jalinlah komunikasi dan kerja sama degan warga sekitar
5. Bersiaplah untuk kembali ke kehidupan yang normal
Tsunami dalam sejarah
• 1 November 1755 – Tsunami menghancurkan Lisboa, ibu kota Portugal, dan menelan 60.000 korban jiwa.
• 1883 – Pada tanggal 26 Agustus, letusan gunung Krakatau dan tsunami menewaskan lebih dari 36.000 jiwa.
• 2004 – Pada tanggal 25-26 Desember 2004, gempa besar yang menimbulkan tsunami menelan korban jiwa lebih dari 250.000 di Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika. Ketinggian tsunami 35 m,
• 2006 – 17 Juli, Gempa yang menyebabkan tsunami terjadi di selatan pulau Jawa, Indonesia, dan setinggi maksimum ditemukan 21 meter di Pulau Nusakambangan. Memakan korban jiwa lebih dari 500 orang.
• 2007 – 12 September, Bengkulu, M8.4, Memakan korban jiwa 3 orang. Ketinggian tsunami 3-4 m.
Asia Tenggara Masih Belum Aman Tsunami
Beberapa minggu setelah bencana tsunami tahun lalu, pemerintah dan para ilmuwan bersepakat membuat sistem peringatan dini di Samudra Hindia yang harus memberi peringatan kalau ada gelombang tinggi. Sekarang, setahun kemudian memang sudah ditempuh langkah-langkah pertama, tetapi paling sedikit masih dibutuhkan waktu setahun sebelum sistem ini benar-benar bisa bekerja.
Tergabung dalam sistim peringatan dini
Sejak bencana, Asia Tenggara untuk sementara tergabung di dalam sistem peringatan dini tsunami Amerika di Hawaii. Asia Tenggara juga memperoleh informasi dari Lembaga Meteorologi Jepang. Sementara itu Komisi Oseanografi Antar Pemerintah Unesco memimpin upaya membangun sistem peringatan dini tsunami untuk seluruh dunia. Upaya ini tidak hanya melibatkan negara-negara di sekitar Samudra Hindia, melainkan juga kawasan Karibia, Lautan Teduh bagian Barat Daya dan kawasan Laut Tengah.
40 tahun berfungsi baik
Sistem peringatan dini internasional ini berdasarkan Pacific Tsunami Warning Centre Hawaii, atau Pusat Peringatan Tsunami Pasifik di Hawaii, yang sudah 40 tahun berfungsi dengan baik. Sistem ini memantau secara cermat stabilitas keadaan dasar laut, dari Alaska sampai pantai Kalifornia. Selain itu, ketinggian laut di dekat pantai, indikator penting lain tsunami, diukur secara permanen. Apabila terjadi gempa bumi, maka pusat di Hawaii langsung menginformasikan kawasan pantai yang terancam.
Operasional pertengahan 2006
Menurut dr. Ed de Mulder dari Lembaga Ilmu Geologi TNO-NITG di Delft, sistem peringatan dini tsunami untuk Samudra Hindia belumlah memadai. “Memang, sejauh ini sudah 60 negara yang tergabung di dalamnya, tapi masing-masing sistem belum saling terkait. Ini harus dilakukan secepat mungkin.” Jaringan sistem peringatan dini tsunami sudah harus operasional pertengahan 2006.
Tapi masih banyak hal lain yang perlu dilakukan. Laporan Unesco September lalu, menunjukkan bahwa mayoritas negara di sekeliling Samudra Hindia telah memiliki petunjuk apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat. Prosedur darurat itu telah tersedia, tapi pelaksanaannya sangat lamban. Semua negara ini, kecuali Somalia, telah tergabung di dalam sistem peringatan dini tsunami Amerika Serikat dan Jepang. Tapi hanya sebagian saja yang mampu mengumpulkan atau menyebarkan data sendiri. Rencana-rencana evakuasi warga, pusat penampungan korban serta pelayanan kesehatan bagi pengungsi dari kawasan pantai belum ada. Pemerintah daerah pada umumnya memang tahu prosedur darurat, tapi informasi ini tidak diketahui para penduduknya sendiri.
Kawasan pantai Aceh dan Nias
Sejak tsunami, pelbagai pemerintahan Asia juga berupaya mencari langkah-langkah pencegah. Dr. De Mulder dari TNO terlibat aktif menyusun sebuah rencana bagi kawasan pantai di Aceh dan Nias. Tujuan utama rencana ini adalah pembangunan kembali kawasan pantai di Indonesia. De Mulder: “Di Thailand, kerusakan di kawasan pantai yang luas dan datar, lebih besar ketimbang pantai yang tidak datar. Hotel yang terletak di belakang bukit setinggi sepuluh meter, tidak mengalami kerusakan. Ini berarti bahwa air, apabila menghadapi rintangan, otomatis memilih rute yang lain.” Ini berarti pula bahwa pembuatan bangunan di kawasan pantai bisa dilakukan lebih aman: misalnya membangun lebih jauh dari garis pantai, membangun bukit pasir di wilayah pantai, membangun hotel di atas bukit.
TNO juga meneliti perlindungan alami kawasan pantai setelah tsunami. Di Thailand, kerusakan pada terumbu karang bisa dikatakan tidak separah seperti diduga. Di sisi lain penebangan hutan bakau untuk tambak udang membuat wilayah pantai sangat rentan. Memang, turis lebih suka apabila hotel, tempat penginapan mereka, memiliki pantai pribadi. Tapi ini bukan alasan, orang begitu saja merusak alam, karena bisa merubah keseimbangan.”
Tsunami timbulkan kepedulian
Menurut De Mulder, kesadaran itu perlahan-lahan mulai timbul juga. “Ini memang perjuangan berat. Rumah dan hotel masih tetap saja dibangun di pinggir pantai. Seolah-olah orang lupa apa yang terjadi satu tahun yang lalu. Akan tetapi, makin banyak politisi tampaknya juga peduli akan masa depan, setelah berakhirnya masa jabatan mereka. Mereka bersedia mencari jalan keluar jangka panjang. Bencana ini menimbulkan kepedulian mereka terhadap bumi serta dampak perbuatan tangan manusia.
Di anggap cerita Nyi Roro Kidul adalah asal mula tsunami
Jakarta (ANTARA News) – Peneliti tsunami dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) DR Eko Yulianto mengaku penasaran pada cerita Nyi Roro Kidul, legenda yang menurut dia juga pernah dibahas dalam kongres paranormal di Paris pada 1980an.
Dalam pertemuan di Eropa itu, para paranormal umumnya tertarik pada fakta bahwa legenda itu berkembang di kalangan masyarakat sepanjang selatan Indonesia, bukan hanya pantai selatan Jawa. Suatu kawasan yang sangat panjang. Itu pula yang menjadikan peneliti “paleotsunami” (tsunami purba) itu penasaran pada legenda tersebut.
Menurut Eko, kawasan tempat mukim masyarakat yang mewarisi legenda Nyi Roro Kidul itu, yang dikenal sebagai kawasan pantai selatan, berhadapan dengan Samudera Indonesia, yaitu daerah zona subduksi lempeng bumi.
Subduksi ialah proses menghujamnya lempeng benua yang bermassa lebih besar ke lempeng benua yang ada di bawahnya. Proses subduksi yang berlangsung terus-menerus itu yang menciptakan negeri kepulauan Indonesia beserta kesuburannya.
Tapi, proses itu pula yang memberikan berbagai bencana, letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami.
Dalam kaitan itu, Eko memperlihatkan lukisan Nyi Roro Kidul yang merekam legenda tersebut. Di sana digambarkan seorang ratu yang mengendalikan kereta kuda dalam balutan ombak besar yang bergulung-gulung.
“Jangan-jangan legenda itu sebenarnya pesan bahwa pernah ada tsunami di sana?” katanya.
Itu dikuatkan dengan legenda ratu pantai selatan tersebut yang digambarkan sering meminta tumbal dengan mengirimkan ombak besar jauh ke daratan. Kemudian, sebagian korbannya dikirim kembali ke darat sebagai pesan dari Nyi Roro Kidul. Persis kejadian tsunami.
Bagi Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Herry Harjono, mengaitkan legenda Nyi Roro Kidul dengan sejarah tsunami merupakan ide “aneh” yang berpotensi untuk mengungkap sejarah kejadian tsunami. Dia mengatakan, bantuan ilmuwan sosial untuk mengungkap asal-muasal legenda itu juga diyakini bisa membantu penelitian sejarah kejadian tsunami.
“Pikiran yang sekarang berkembang ialah, boleh jadi pernah ada kejadian besar yang sangat membekas masyarakat jaman dahulu. Kejadian itu terekam dalam legenda Nyi Roro Kidul,” katanya dalam sebuah workshop paleotsunami, di Bandung.
Persoalan yang ingin diungkap dalam paleotsunami, antara lain sejarah terjadinya tsunami dan berapa besarannya. Untuk itu, menurut Herry, ada pertanyaan yang ingin diungkap, “Kapan legenda itu mulai berkembang?”
Kisah seperti itu, misalnya, akan memperkuat hasil penelitian geologi yang mencari jejak tsunami purba. Misalnya mengenai bukti gempa dan endapan tsunami yang terjadi pada 400 tahun lalu di Cilacap dan Pangandaran yang diyakini jauh lebih besar ketimbang yang terjadi pada 2006.
Dalam sebuah poster yang dipamerkan di workshop disebutkan, empat kandidat endapan tsunami ditemukan di tebing sungai Cimbulan Pangandaran. Salah satunya berupa lapisan pasir tebal hingga 20 cm yang diendapkan di atas lumpur mangrove dan ditutupi endapan banjir.
Pasir itu mengandung cangkang “fora minifera” yang biasanya hidup di laut lepas. Analisis pentarikhan umur terhadap dua sampel yang diambil dari dua tempat berbeda menunjukkan lapisan pasir tsunami itu diendapkan 400 tahun lalu.
“Mungkinkah kejadian tsunami ini terkait dengan asal mula legenda Nyi Roro Kidul?” demikian pertanyaan dalam buku berjudul “Selamat dari Bencana Tsunami” yang berkisah tentang orang-orang yang sintas dari tsunami Aceh dan Pangandaran.
Buku itu juga membahas sejumlah cerita tradisional yang diyakini terkait dengan peristiwa tsunami.
Bagi Herry, dukung-mendukung ilmuwan sosial dan peneliti geologi itu suatu saat akan memberikan hasil yang bisa memberikan data untuk menjawab pertanyaan “seberapa sering tsunami terjadi di pantai selatan?”
Jawaban atas pertanyaan itu akan memberikan banyak konsekwensi, setidaknya bisa mengubah pandangan hidup masyarakat di kawasan itu bahwa mereka hidup dalam daerah yang rawan tsunami?
Kalau itu tercipta, maka masyarakat akan mudah diajak untuk hidup akrab dengan tsunami, mudah mengajak mereka untuk selalu bersiaga menghadapi bencana, hingga mudah untuk mengajari mereka untuk melakukan tindakan penyelamatan diri dengan benar ketika bencana itu akhirnya tiba.
Pengetahuan lokal
Bagi Eko, memperlakukan legenda sebagai pesan dari nenek moyang mengenai tsunami juga mengangkat kembali harkat legenda itu dari berbagai bungkus yang selama ini menutupinya.
Soalnya, kata dia, banyak cerita turun-temurun di sejumlah daerah, yang jika dicermati, bisa dicocokkan dengan kejadian tsunami. Dari perjalanannya ke sejumlah daerah yang pernah dilanda tsunami, dia mendapati cerita yang sebenarnya merupakan pengetahuan lokal untuk menyelamatkan diri dari bencana terjangan gelombang besar.
Dia menemukan itu mulai dari Majene, Lombok, Mentawai, dan Simeulue, walaupun yang masih mengingat pengetahuan tradisional itu sebagai kiat untuk menyelamatkan diri dari terjangan tsunami itu hanya di Simeuleu.
Pengetahuan itu disebut oleh masyarakat setempat sebagai “smong”.
Bagi peneliti tsunami, Simeulue, pulau di barat daya Aceh, merupakan laboratorium sempurna mengenai tsunami. Di sana, peneliti mendapati banyak endapan tsunami, catatan gempanya lengkap, dan ada pesan nenek moyang tentang tsunami yang terus dipatuhi masyarakatnya.
Dalam buku “Selamat dari Bencana Tsunami” disebutkan bahwa Pulau Simeulue berada paling dekat dengan pusat gempa bumi 26 Desember 2004. Namun hanya tujuh orang yang meninggal akibat sapuan gelombang tsunami. Itu berkat “smong”.
“Smong” memuat pesan sederhana, namun masih dipatuhi warga Simeulue. Pesan itu berbunyi: “Jika terjadi gempa bumi kuat diikuti oleh surutnya air laut, segeralah lari ke gunung karenair laut akan naik”.
Pengetahuan tradisional itu muncul setelah tsunami 1907. Disebutkan, seringnya tsunami sebelum 1907 di pulau itu memiliki andil bagi bersemainya pengetahuan tersebut. Catatan sejarah dan penelitian geologi menunjukkan pulau itu terlanda tsunami pada 1797, 1861, dan 1907.
Menurut dia, pengetahuan serupa juga dimiliki masyarakat Mentawai, Sumetera Utara.
Banyak orang di pulau itu yang masih hafal pengetahuan yang diturunkan dalam bentuk syair. Namun, syair itu umumnya tidak lagi dipahami sebagai warisan untuk menghadapi tsunami.
Itu karena kata “teteu”, judul syair tersebut, diartikan sebagai “kakek”, walau bisa juga diartikan sebagai “gempa bumi”.
Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, syair itu berbunyi: Teteu, sang tupai bernyanyi/Teteu, suara gemuruh datang dari atas bukit-bukit/ Teteu, ada tanah longsor dan kehancuran/Teteu dari ruh kerang laut sedang marah/karena pohon baiko telah ditebang/Burung kuliak bernyanyi/Ayam- ayam berlarian/Karena di sana teteu telah datang/Orang- orang berlarian.
Di sana, kata “teteu” lebih diartikan sebagai “kakek”, sehingga maknanya jauh dari bencana. Sedangkan, jika “teteu” diganti dengan “gempa bumi”, maknanya akan lebih kuat.
Terbungkusnya pesan inti yang terkandung dalam pengetahuan lokal di Mentawai itu disebut sebagai kecenderungan yang ada di banyak daerah. Salah satu faktornya, tidak ada catatan yang bisa diwariskan oleh generasi yang lahir jauh hari setelah tsunami terjadi.
Apalagi, tsunami raksasa umumnya terjadi ratusan tahun sekali, sehingga cerita turun-temurun yang diwariskan berubah menjadi legenda yang penafsirannya bisa berbeda dari maksud semula. Ketika tsunami raksasa datang suatu kali, tidak ada lagi orang yang pernah mengalaminya, sehingga syair turun-temurun itu diturunkan sekadar warisan.
Menurut Eko, mengaitkan pengetahuan lokal dengan penelitian tsunami purba merupakan kesengajaan yang dilakukannya. Soalnya, selama ini catatan sejarah yang dimiliki Indonesia sangat pendek, dan tidak ada catatan yang menyebut gelombang raksasa yang terjadi 400 tahun lalu, misalnya. Yang banyak ditemukan justru cerita turun-temurun yang bisa ditafsirkan sebagai pesan tentang tsunami.
Dengan mengumpulkan dan mempelajari pengetahuan tradisional, diharapkan membantu analisis kejadian tsunami di masa lalu.
Mengetahui tsunami masa lalu, katanya, akan membantu masyarakat sekitar untuk bereaksi secara tepat ketika menghadapi bencana serupa pada masa datang.
Eko mengatakan, penelitian tsunami di Meulaboh dan Thailand selatan menghasilkan temuan yang mengejutkan. Temuan yang dipublikasikan secara bersamaan dalam terbitan jurnal ilmiah internasional “Nature” edisi Oktober itu menunjukkan bahwa tsunami raksasa serupa dengan yang terjadi pada 2004 pernah terjadi di Aceh beberapa ratus tahun yang lalu.
Seandainya temuan itu sudah terungkap sebelum tahun 2004, katanya, maka usaha untuk menekan jumlah korban jiwa dan kerugian mungkin dapat dilakukan.
Untuk menekan kerugian seperti itu pula, menurut Eko, upaya penelitian paleotsunami harus ditingkatkan kapasitasnya. Upaya itu tidak lain untuk mengambil pelajaran dari kejadian masa lalu, termasuk dari penggalian daerah tsunami dan pengetahuan tradisional yang melingkupinya,
Menurut dia, selama ini penelitian serupa tidak sebanding dengan jumlah tsunami yang pernah terjadi di negeri ini. Hal itu bisa dilihat dari jumlah peneliti yang terjun dalam penelitian tsunami yang masih sedikit.
Maka, selain menggali tanah di daerah-daerah yang pernah dilanda tsunami untuk mencari bukti tsunami purba, Eko pun rajin menggali cerita lokal, yang mungkin ada kaitannya dengan gelombang besar yang senang masuk ke daratan itu. (*)

0 ulasan: